Jumat, 26 November 2010

Karakteristik Desa


A.    Karakteristik desa
The village is principally a place of residence and not primarily a business center. It is composed chiefly of farm dwellings and their associated autbuildings, demikian pendapat Finch yang dikutip oleh Prof.Bintarto (1984:12).
Desa ialah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan pemerintahan sendiri (Sutardjo Kartohadikusumo,1953).
Menurut Prof.Drs.R.Bintarto,1983 menyebutkan bahwa desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:93 karakteristik desa meliputi:
1.   Aspek morfologi, desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpencar (jarang). Desa berhubungan erat dengan alam, ini disebabkan oleh lokasi goegrafis untuk petani, serta bangunan tempat tinggal yang jarang dan terpencar.
2.   Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan kepadatan yang rendah.
3.   Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau masyarakatnya bermata pencaharian pokok di bidang pertanian, bercocok tanam atau agrarian, atau nelayan.
4.   Aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri, (P.J.M.Nas, 1979:28-29 dan Soetardjo,1984:16) dimana aturan atau nilai yang mengikat masyarakat di suatu wilayah.Tiga sumber  yang dianut dalam desa, yakni:
a.    Adat asli
Norma-norma yang dibangun oleh penduduk sepanjang sejarah dan dipandang sebagai pedoman warisan dari masyarakat
b.   Agama/kepercayaan
Sistem norma yang berasal dari ajaran agama yang dianut oleh warga desa itu sendiri
c.    Negara Indonesia
Norma-norma yang timbul dari UUD 1945, peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
5.   Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan, bersifar pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak adanya pengkotaan, dengan kata lain bersifat homogeny, serta bergotong royong.
Aspek morfologi menurut Smith dan Zopf, 1970 adalah terdiri dari lingkungan fisik desa dan pola pemukiman. Pola pemukiman berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan (spatial) pemukiman (petani) antara satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka.Secara umum ada 2 pola pemukiman, yaitu :
1.   Pemukiman penduduknya berdekatan satu sama       lain dengan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman,
2.   Pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah      satu sama lain dan masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pertanian mereka.
Secara lebih rinci, Paul H Landis membedakan empat pola pemukiman, yaitu The farm village type, The nebulous farm type, The arranged isolated farm type, The pure isolated farm type.
B. Pola ekologi dan tipe desa
1.   Pola ekologi desa
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993, pola lokasi desa adalah pengaturan ruang lingkup desa, bagaimana pengaturan lahan untuk perumahan dan pekarangan, serta penggunaan lahan untuk persawahan atau perladangan, pertambakan, penggembalaan ternak, hutan lindung dan sebagainya. Ukuran yang dijadikan pedoman bagi warga desa adalah unsur-unsur kemudahan, keamanan, dan ada norma tertentu yang bersifat budaya dan rohaniah yang harus diperhitungkan, dalam hal pemilihan lokasi untuk rumah tinggal misalnya. Umumnya warga desa menyatu dengan alam, dalam arti sering tergantung kepada keadaan alam dan unsur kepercayaan yang sifatnya tahayul.
Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:109 mengemukakan bahwa desa yang maju, memiliki tata ruang desa yang rapi, asri dan indah dipandang mata, dengan deretan rumah dan pepohonan di kanan kiri jalan. Pola lokasi desa pada umumnya menganut pola konsentris. Ada pusat desa atau dusun, yang menurut sejarahnya sebagai cikal bakalnya. Jenis-jenis pola lokasi desa yaitu pola melingkar, pola mendatar, pola konsentris, pola memanjang jalur sungai atau jalan dan pola mendatar.
2.   Tipe desa
a.    Tipe desa menurut mata pencaharian (Yayuk Yuliati dan Mangku Poernomo,2003:38):
1)   Desa pertanian
Desa pertanian biasanya dilandasi oleh mayoritas pekerjaan dari penduduknya adalah pertanian tanaman budidaya. Desa ini bias pertanian lahan sawah dan tegal dengan karakteristik masing-masing.
2)   Desa peternakan
Desa peternakan merupakan desa dimana penduduknya mempunyai mata pencaharian utama peternakan. Meski demikian kenyataannya saat ini tidak ada satupun desa yang memiliki homogenitas. Meski ada  mata pencaharian lain namun, peternakan tetap merupakan pencaharian utama
3)   Desa industri
Desa yang memproduksi kebutuhan dan alat perlengkapan hidup.
b.   Tipe desa menurut tingkat perkembangan desa (Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993:117):
1)   Desa swadaya, yaitu desa yang belum mampu mandiri dalam penyelenggaraan urutan rumah tangga sendiri, administrasi desa belum terselenggara dengan baik dan LKMD belum berfungsi dengan baik dalam mengorganisasikan dan menngerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan desa secara terpadu.
2)   Desa swakarya, yaitu desa setingkat lebih tinggi dari desa swadaya. Pada desa swakarya ini, mulai mampu mandiri untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrasi desa sudah terselenggara dengan cukup baik dan LKMD cukup berfungsi dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan secara terpadu.
3)   Desa swasembada, yaitu desa yang telah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrrasi desa sudah terselenggara dengan baik dan LKMD telah berfungsi dalam mengorganisasikan serta mampu menggerakkan peran serta masyarakat dalam  pembanguanan secara terpadu.
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993:117, tipe desa ditentukan berdasarkan pendekatan potensi dominan yang diolah dan dikembangkan serta telah menjadi sumber penghasilan sebagian besar masyarakat desa. Tipe desa meliputi 8 tipe, yaitu:
1.      Tipe desa nelayan
2.      Tipe desa persawahan
3.      Tipe desa perladangan
4.      Tipe desa perkebunan
5.      Tipe desa peternakan
6.      Tipe desa kerajinan/industri kecil
7.      Tipe desa industri sedang dan besar
8.      Tipe desa jasa dan perdagangan

C.    Struktur masyarakat
Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur adalah sifat fundamental bagi setiap sistem (anonymous,2009).
Struktur adalah susunan atau cara sesuatu disusun atau dibangun. Struktur masyarakat adalah konsep perumusan hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu (Yayuk Yuliati dan Mangku Poernomo,2003).
Menurut Soedjono Soekanto 1997, kelembagaan social atau kelembagaan kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma atau segala tindakan yang berkisar pada satu kebutuhan pokok manusia. Himpunan norma tersebut ada dalam segala tindakan serta mengatur manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, kelembagaan social terdiri dari himpunan norma dengan keterkaitan yang erat dan sistematis membentuk piranti untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial merupakan suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola guna memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan bersama.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai kegunaan utama sebagai alat pengamatan kemasyarakatan (social control), karena dengan mengetahui adanya lembaga-lembaga itu setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat. Sosial control bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan masyarakat, atau suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan (Soekanto, 1997).
Adapun faktor-faktor yang memperkuat kelembagaan(Tim Teknis Pusat Primatani,2007) yaitu:
1.      faktor bertolak atas kenyataan yang ada, tiap masyarakat memilki jalannya sendiri. Kondisi yang ada harus menjadi dasar pengembangan.
2.      faktor kebutuhan, kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3.      faktor berpikir dalam kesisteman.
4.      faktor partisipatif, seluruh keputusan dan aksi haruslah merupakan kesepakatan semua pihak. Pembentukan kelembagaan yang didasarkan atas keinginan dan kesadaran sendiri, tentu akan menumbuhkan rasa memilki yang sesungguhnnya.
5.      faktor efektifitas, kelmbagaan hanyalah alat, bukan tujuan.
6.      faktor efisiensi, pertimbangan dalam memilih kelembagaan adalah keefisienan. Apakah dengan membentuk satu lembaga baru akan lebih murah, lebih mudah, dan lebih sederhana? Keefisienan mencakup dua kategori, yaitu secara keseluruhan, atau secara bagian perbagian.
7.      faktor telksibiltas, tidaka ada acuan baku. Bagaimana kelembagaan akan dibentuk, harus sesuai dengan sumberdaya yang ada, kondisi yang dihadapi, keinginan dan kebutuhan petani, serta kemampuan petugas pelaksana.
8.      faktor nilai tambah atau keuntungan. Opsi yang dipilih adalah yang mampu memberikan nilai tambah atau keuntungan paling besar bagi seluruh pelaku agribisnis yang terlibat, terutama pelaku di pedesaan.
9.      faktor desenralisasi setiap sel akan/dalam sistem harus beroperasi dengan kewenangan cukup, sehingga beraktifitasnya dapat berkembang optimal.
10.  faktor keberlanjutan pada akhirnya model harus mampu membangun kekuatannya sendiri dari dalam. Ia akan tetap mampu beroperasi, meskipun input atau dukungan dari luar berkurang.

D.    Perubahan sosial
Menurut Merton,1957:1964; perubahan sosial adalah perubahan prilaku sosial masyarakat yang merupakan fungsi manifestasi dari satu rekayasa sosial lewat upaya pembangunan yang dilambangkan abtau diwujudkan dalam kegiatan industrialisasi menuju satu masyarakat modern.
Perubahan sosial adalah masyarakt berubah dari pola hidup tradisional kepada pola hidup yang lebih modern (Larson dan Roger, 1964). Menurut Drs.Sahat Simamora, 1983 mengemukakan perubahan sosial adalah setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam organisasi sosial masyarakat.
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Tiga faktor yang dapat mempengaruhi peruhan sosial yaitu tekanan kerja dalam masyarakat, keefektifan komunikasi dan perubahan lingkungan alam.
Aspek-aspek perubahan sosial:
1.   Urbanisai, ialah bentu khusus proses modernisasi atau proses pengkotaan (proses mengkotanya suatu daerah/desa); proporsi penduduk yang tinggi di kota di banding dengan yang tinggal di desa. Perpindahan atau pergeseran penduduk dari desa ke kota.
2.   Perubahan kultural, perubahan kebudayaan masyarakat desa dari pola tradisional menjadi modern. Dala hal ini yang dimaksud adalah kebudayaan yang awalnya bersifat tradisional, mulai dari alat yang digunakan, ideologi pendidikan, sedikit demi sedikit menjadi berkembang ke arah yang lebih modern.
3.   Perubahan struktural, bagian dari seesuatu hal berhubungan satu dengan yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Dengan kata lain, mengalami perubahan sifat fundamental bagi setiap sistem.
4.   Perubahan lembaga/kelembagaan, jika suatu masyarakat menginginkan suatu kebutuhan baru dan beragam, maka secara otomatis lembaga lama tidak akan berfungsi lagi.
5.   Perubahan dan pembangunan di bidang pertanian, artinya perubahan tersebut tidak lepas dari perubahan yang ada di dunia ini, khusunya dalam bidang IPTEK yang menunjang peningkatan dalam sektor pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

J.Cohen,Bruce.1983.Sosiologi Pedesaan.Suatu Pengantar.Rajawali Pers.Jakarta
Safari Imam Asy’ari.1983.Pengantar sosial. Karya Anda. Surabaya
 1987.Patologi Sosial.Karya Anda. Surabaya
1993.Sosiologi Kota dan Desa.Usaha Nasional.Surabaya
Sajogyo dan Pudjiwati Sajogjo.1989.Sosiologi Pedesaan.Yogyakarta.Gajah Mada.University Press
Santoso, Julio Adi.2006.Departemen Ilmu Komputer IPB.Bogor
Tilaar, H.A.R.2004.Multikulturalisme: Tantangan-tantangan global masa depan dan transformasi pendidikan nasional. Grassindo .Jakarta.

T.Sugihen,Bahrein.1996.Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar.Rajawali Pers.Jakarta

Tim Teknis Pusat Primatani.2007.Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bogor.IPB.Bogor

Yulianti, Yayuk dan Poernomo, Mangku. 2003. Sosilogi Pedesaan.Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta




0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat