Minggu, 29 Juli 2012

Studi di Tanah Rantau, Euforia Bisa Jadi "Petaka"

JAKARTA, KOMPAS.com - Memasuki tahun ajaran baru, banyak siswa-siswi yang memutuskan untuk keluar dari zona nyaman, menempuh pendidikan lanjutan di tanah rantau. Baik dalam, mau pun luar negeri.

Di fase-fase awal atau sebelum waktu keberangkatan, semua orang biasanya larut dalam euforia khas. Di mana pada saat ini para pelajar dan mahasiswa akan membayangkan serunya menempuh pendidikan dalam balutan suasana baru.

Akan tetapi, antusiasme itu bisa berubah menjadi "petaka" kecil jika tanpa persiapan matang. Para pelajar/mahasiswa biasanya akan dililit perasaan kangen, persoalan perbedaan budaya, dan masalah-masalah lainnya yang akhirnya mengganggu rencana besarnya, menempuh studi.
Di fase-fase awal atau sebelum waktu keberangkatan, semua orang biasanya larut dalam euforia khas. Di mana pada saat ini para pelajar dan mahasiswa akan membayangkan serunya menempuh pendidikan dalam balutan suasana baru.
Dosen Psikologi Universitas Bina Nusantara Greta Vidya Paramitha mengatakan, adaptasi dengan lingkungan baru tidak dapat dilakukan hanya dalam satu waktu, tetapi secara terus menerus. Teori ini berlaku untuk pelajar mau pun mahasiswa yang melanjutkan studi di luar negeri, atau berpindah daerah di wilayah Indonesia.

"Adaptasi itu proses yang harus dilakukan terus menerus," kata Greta kepada Kompas.com, Kamis (26/7/2012), di Jakarta.

Menurut Greta, ada beberapa tahap saat seseorang akan menemukan kendala di lingkungan barunya. Pertama adalah fase turis, di mana semua akan larut dalam euforia seperti saat sedang berbulan madu.

Setelah melewati fase itu, biasanya para pelajar atau mahasiswa mulai merasa kesal bahkan frustrasi saat sadar dengan perbedaan budaya yang semakin mencolok.

"Itu mendorong kita merasa jenuh, muncul homesick, dan menarik diri. Bahkan kita bisa makan atau tidur berlebihan," ujarnya.

Kantongi informasi
Untuk mengatasinya, kata Greta, sebelum berangkat ke tempat studi baru, para pelajar harus mencari informasi mengenai suasana dan kultur di tempat tujuan. Entah itu aturan dan kebiasaan tertentu, letak geografis, cuaca, dan lain sebagainya.

Saat di sana, para pelajar dan mahasiswa harus membuka diri dengan lingkungan sekitar. Perbanyak berkenalan dengan teman-teman baru tanpa perlu larut dalam kebudayaan mereka. Minimal, itu akan merangsang kita untuk memahami perbedaan.

"Harus fleksibel dan jangan egois, manfaatkan teknologi informasi, serta bawa barang-barang yang sekiranya dapat mengobati perasaan kangen kita pada seseorang," kata Greta.

Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary



Sumber: Kompas

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat