1. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Dalam bahasa Latin individu berasal dari kata individuum, artinya tak terbagi. Dalam bahasa Inggris individu berasal kata in dan devided. Kata in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan(Setiadi,dkk,2006).
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan pkisis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau unsur fisik dan psikisnya, atau unsur raga dan jiwa.
Faktor lingkungan ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas pada seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
2. Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia mempunyai kebutuhan untuk mencari kawan atau teman. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa makan menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. (Cooley, dalam Setiadi.dkk,2006). Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan:1) manusia tunduk pada aturan, norma sosial; 2) perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain; 3) manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain;4) manusia berpotensi akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
3. Manusia sebagai bagian dari masyarakat
Penggunaan kata masyarakat seringkali tercampur adukkan dalam kehidupan sehari-hari. Disatu waktu kita menggunakan kata masyarakat sesuai dengan makna kata masyarakat untuk makna yang bukan sebenarnya seperti kata ”rakyat” kita gunakan juga istilah ”masyarakat” untuk menggantikannya, atau juga sebaliknya, kita menggunakan kata rakyat untuk menggantikan kata masyarakat. Adapun definisi masyarakat manurut Krech yang dikutip oleh Nursyid, mengemukakan bahwa ” a society is that it is an organized collectivity of interacting people whose activities become centered arounds a set of common goals, and who tend to share common beliefs,attitudes, and modes of action”. Jadi ciri atau unsur masyarakat adalah: 1) kumpulan orang;2) sudah terbentuk dengan lama; 3) sudah memiliki system social atau struktur;4) memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama.
4. PEMBERDAYAAN PETANI KELAPA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN
Kelapa merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar.
Areal tanam kelapa meningkat dari 1,60 juta ha tahun 1968 menjadi 3,75 ha tahun 2000 atau rata-rata bertambah dengan laju 4%/tahun. Dalam perekonomian Indonesia, kelapa merupakan salah satu komoditas strategis karena perannya yang besar bagi masyarakat sebagai sumber pendapatan, sumber utama minyak dalam negeri, sumber devisa, sumber bahan baku industri (pangan, bangunan, farmasi, oleokimia), dan sebagai penyedia lapangan kerja (Kasryno et al. 1998; Tondok 1998; Allorerung dan Mahmud 2003; Budianto dan Allorerung 2003; Tarigans 2003). Namun demikian menurut Budianto dan Allorerung (2003), bila dilihat dari segi pendapatan petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Kasryno et al.1998).
Terbatasnya perhatian pemerintah terhadap perkelapaan, secara langsung dan tidak langsung telah mengabaikan nasib dan kepentingan sekitar 8 juta KK (40 juta rakyat Indonesia) yang meliputi petani, buruh tani, buruh dagang, pedagang, dan buruh industri (Allorerung dan Mahmud 2003). Hal ini terjadi karena penilaian peran suatu komoditas khususnya kelapa secara nasional sering bias, karena hanya dilihat dari kontribusinya terhadap perolehan devisa dengan mengabaikan jumlah rakyat yang terlibat langsung di dalamnya. Sejak zaman penjajahan hingga kini, profil usaha tani kelapa praktis tidak banyak mengalami perubahan. Produk yang dihasilkan petani tetap hanya berupa kopra atau kelapa butiran. Bahkan jika dahulu petani atau usaha kecil pedesaan banyak mengolah minyak klentik, sekarang praktis sudah tidak ada (Allorerung dan Mahmud 2003). Dengan demikian, peran sosial ekonomi kelapa bagi petani relatif tidak berubah.
Kondisi ekonomi kelapa dalam kurun waktu 30 tahun terakhir relatif tidak berubah, baik dari segi pendapatan maupun pengusahaan kelapa oleh petani. Hasil penelitian Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain pada tahun 2001 di sentra produksi kelapa Kabupaten Indragiri Hilir (Riau), Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara) menunjukkan bahwa umumnya petani kelapa di wilayah tersebut memiliki status social ekonomi di bawah garis kemiskinan (standar US$ 200/kapita/tahun) (Tarigans 2003). Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh. Untuk itu pemberdayaan petani kelapa dalam rangka meningkatkan pendapatan dan sekaligus mengentaskan kemiskinan merupakan upaya yang strategis.
KERAGAAN USAHA TANI KELAPA
Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, petani kelapa di berbagai Negara termasuk Indonesia berada pada posisi yang tidak menguntungkan, karena rendahnya produktivitas serta harga kopra yang rendah dan fluktuatif. Akibat rendahnya pendapatan, petani kelapa menjadi kurang termotivasi untuk mengadopsi teknologi anjuran untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani (Tarigans 2003). Allorerung dan Mahmud (2003) menyatakan posisi petani kelapa dalam berbagai pola pengembangan seperti PIR hanya sebagai penyedia bahan baku bagi industri. Hubungan antara petani sebagai penghasil bahan baku dengan industry pengolahan belum terjalin sebagai kemitraan yang saling menguntungkan, sehingga seluruh nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan hanya dinikmati oleh industri atau pengolah. Tanpa adanya perubahan mendasar dari cara pandang berbagai pelaku agribisnis kelapa termasuk pemerintah maka kondisi petani kelapa akan tetap terpuruk. Menurut Salam dan Suwandi (2003), lemahnya keberdayaan petani kelapa ditunjukkan oleh sulitnya mereka mengemukakan pendapat dalam mengambil keputusan yang menguntungkan untuk menghadapi kelompok lain yang ikut memanfaatkan kelapa sebagai sumber aktivitas. Petani selalu diposisikan sebagai objek dan kurang dilibatkan dalam perencanaan sehingga dalam aktivitas pengelolaannya selalu dirugikan.
KARAKTERISTIK USAHA TANI KELAPA DAN PERMASALAHANNYA
Dari total areal perkebunan kelapa 3,74 juta ha, 96% merupakan perkebunan rakyat (Brotosunaryo 2003). Karakteristik usaha tani kelapa yang didominasi oleh perkebunan rakyat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Luas pemilikan lahan usaha tani rata-rata 1−1,10 ha/KK. (Allorerung dan Lay 1998; Allorerung dan Mahmud 2003; Brotosunaryo 2003).
2. Penanaman dilakukan secara monokultur sehingga pemanfaatan lahan belum optimal dan produktivitasnya rendah.
3. Jenis kelapa yang diusahakan adalah kelapa dalam lokal dengan produktivitas hanya 1−1,40 t kopra/ha/tahun. (Allorerung dan Lay 1998; Kasryno et al. 1998; Suprapto 1998; Sukamto 2001; Brotosunaryo 2003; Djunaedi 2003; Nogoseno 2003).
4. Sebagian besar tanaman kelapa berumur tua (lebih dari 50 tahun) dan tidak produktif lagi sebagai akibat belum terlaksananya program peremajaan tanaman. (Suprapto 1998; Jamaludin 2003; Tarigans 2003).
5. Produk usaha tani yang dihasilkan masih bersifat tradisional. (Brotosunaryo 2003; Jamaludin 2003; Nogoseno 2003).
6. Pendapatan usaha tani kelapa masih rendah dan fluktuatif sehingga tidak mampu mendukung kehidupan keluarga secara layak. (5 orang) (Kasryno et al. 1998).
7. Posisi petani dalam berbagai pola pengembangan seperti PIR hanya sebagai penyedia bahan baku bagi industri. Pengolahan dan pemasaran hasil masih dikuasai oleh sector swasta. (Allorerung dan Lay 1998; Allorerung dan Mahmud 2003; Djunaedi 2003).
8. Lokasi perkebunan umumnya terpencar dan relatif terpencil dengan sarana atau prasarana (infrastruktur) yang terbatas (Suprapto 1998; Yasin 1998 ).
9. Pada umumnya pendidikan petani masih rendah. (Suprapto 1998).
10. Peran dan dukungan kelembagaan pertanian seperti kelompok tani dan koperasi masih lemah, bahkan kelembagaan di tingkat petani seperti KUD umumnya belum berfungsi sebagaimana mestinya (Yasin 1998; Brotosunaryo 2003).
11. Dari segi pemasaran, para petani kelapa dirugikan oleh praktek pasar monopsoni dari pabrik minyak kelapa dan pedagang kopra yang menentukan harga secara sepihak. (Brotosunaryo 2003).
12. Tingginya harga pupuk dan rendahnya harga jual kopra serta fluktuasi harga yang tidak menentu. (Rondonuwu dan Amrizal 1998; Wibowo 1997; Djunaedi 2003; Jamaludin 2003; Mahmud 2003).
13. Tidak adanya insentif yang diberikan kepada petani kelapa untuk mendorong petani menghasilkan kopra bermutu baik atau menjual kelapa segar kepada pabrik terdekat (Djunaedi 2003).
14. Pembinaan dari pemerintah dalam teknik budi daya, perbaikan prasarana transportasi, penanganan pascapanen maupun kemudahan dalam mengakses modal dan pasar relative kurang (Allorerung dan Lay 1998; Suprapto 1998; Jamaludin 2003). PEMBERDAYAAN PETANI
Pemberdayaan (empowerment) petani (kelompok tani) merupakan upaya memfasilitasi petani untuk memanfaatkan potensi dan kreativitas sendiri dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Menurut Syafa'at et al. (2003), pemberdayaan merupakan instrument inti yang dapat digunakan untuk pengembangan masyarakat. Dengan pengertian tersebut maka pemberdayaan petani atau kelompok tani tidak hanya terbatas pada aspek teknik produksi, tetapi juga peningkatan sumber daya manusia (keluarga) dan aspek bisnis, baik usaha tani maupun usaha di luar sector pertanian. Pemberdayaan petani kelapa bertujuan untuk: 1) mengembangkan kemampuan petani sehingga dapat mengakses permodalan, teknologi, agroinput dan pemasaran hasil, termasuk membuat rencana, memproduksi, mengelola, memasarkan serta melihat setiap peluang yang ada, 2) memanfaatkan sumber daya secara efisien melalui pengembangan sistem pertanian berkelanjutan dengan usaha pokok tanaman perkebunan, 3)meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan sepanjang tahun, 4) menumbuhkembangkan kelembagaan ekonomi petani dan 5) meningkatkan daya saing hasil usaha tani dan olahannya.
Pemberdayaan dilakukan terhadap individu dan kelompok melalui kelembagaan ekonomi (koperasi) dan nonekonomi (asosiasi) dengan sasaran: 1) meningkatkan
kemampuan dan kemandirian dalam pengembangan dan pengelolaan organisasi dan usaha, 2) meningkatkan kemampuan mengakses sumber teknologi, informasi, pembiayaan dan pasar, serta 3) meningkatkan posisi rebut tawar petani terhadap mitra usaha. Peran pemerintah dalam pemberdayaan petani terbatas sebagai fasilitator dan regulator, sedangkan inisiasi dari operasional pemberdayaan adalah petani dan mitra usahanya (Nogoseno 2003).
Menurut Mahmud (2003), terdapat beberapa persyaratan atau komitmen dalam pemberdayaan petani kelapa, yaitu:
1) komitmen politik pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk kebijakan yang konsisten dan dapat dioperasionalkan di lapangan, 2) mengikutsertakan petani
dalam berbagai aspek pembangunan perkebunan kelapa rakyat melalui pendekatan partisipatif, 3) kesediaan dan komitmen pemerintah daerah bersama institusi terkait untuk menjadi mediator yang menjembatani hubungan antara petani maupun lembaga pertanian dengan pengusaha 4) koordinasi yang baik antarinstansi terkait yang terlibat langsung dalam pengembangan agribisnis kelapa, 5) pewilayahan komoditas dan industri kelapa untuk mengatasi tumpang tindih dan ketidakpastian luas lahan di wilayah pengembangan serta pemanfaatan potensi permintaan pasar secara efisien, serta 6) pengembangan komoditas kelapa dan produk olahan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif secara wilayah sesuai dengan agroekosistem. Pemberdayaan petani perlu didukung oleh: 1) bantuan dana sebagai modal usaha, 2) pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan sosial ekonomi rakyat, 3) penyediaan sarana pemasaran, 4) pelatihan bagi petani dan pelaksana, dan 5) penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat.
Fasilitas pemberdayaan petani atau kelompok tani diberikan melalui kegiatan penguatan modal usaha tani, pengembangan kelembagaan usaha, serta pembinaan teknis dan manajemen. Pemberdayaan kelompok tani meliputi aspek manajemen atau perencanaan usaha (permodalan, produksi, pengolahan dan pemasaran), aspek teknis (budi daya, pascapanen dan pengolahan hasil, pemanfaatan teknologi tepat guna spesifik lokasi), dan aspek kelembagaan (kerja sama kelompok, antarkelompok dan kemitraan usaha) (Departemen
Pertanian 2000).
LANGKAH STRATEGIS
Semua pihak yang menaruh perhatian terhadap komoditas kelapa memahami bahwa kelapa memiliki multifungsi. Oleh karena itu dalam setiap penanganannya, sifat tersebut perlu diperhatikan agar tujuan pengembangan kelapa dirumuskan mengikuti fungsi-fungsi tersebut (Salam dan Suwandi 2003).
Pembinaan Petani
Petani sebagai produsen bahan baku perlu dibina secara intensif oleh instansi teknis serta didukung sarana produksi dengan harga terjangkau dan tersedia secara lokal. Harga bahan baku diharapkan memadai agar petani dapat mengembangkan usaha tani lebih produktif dan efisien. Namun petani dituntut dapat menghasilkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu industri dan konsumen dan produksinya berkelanjutan. Tarigans (2003) berpendapat bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani perlu terus didorong dan ditingkatkan melalui penyuluhan dan pelatihan. Secara garis besar, langkah strategis operasional dalam pemberdayaan pelaku agribisnis kelapa adalah: 1) peningkatan produktivitas, 2) diversifikasi horizontal dan vertikal, 3) penguatan kelembagaan, 4) kemitraan, serta 5) penelitian dan pengembangan (Mahmud 2003). Peningkatan produktivitas dilakukan melalui peningkatan mutu intensifikasi serta kinerja petani melalui berbagai pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan teknologi baru.
Pembinaan Kelembagaan Petani
Peningkatan peran kelembagaan kelompok tani dan koperasi dilakukan untuk menghidupkan agribisnis kelapa rakyat mulai dari pengadaan sarana produksi hingga pengendalian mutu dan pemasaran. Keberadaan kelembagaan baru juga penting untuk mendukung pengembangan tersebut, seperti asosiasi atau lembaga pelayanan teknis, permodalan dan bisnis. Ketersediaan teknologi agribisnis kelapa berperan penting dalam pengembangan perkebunan kelapa rakyat, baik teknologi budi daya dan agroindustri maupun informasi pasar, sosial ekonomi dan pelaku agribisnis kelapa.
Motivasi petani untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani kelapa, kondisi budi daya kelapa serta pemilihan aktivitas ekonomi kelapa merupakan input dan landasan untuk upaya pengembangan lebih lanjut. Pada tahap pengembangan, program pendampingan diarahkan untuk mengembangkan agroindustri skala pedesaan (bersifat spesifik untuk tiap daerah sentra kelapa) serta kelembagaan ekonomi petani kelapa yang mandiri. Dengan demikian di masa mendatang petani hendaknya menjadi salah satu komponen utama dalam agribisnis kelapa. Alternatif yang dapat ditempuh untuk meningkatkan peran dan pendapatan petani (Allorerung dan Mahmud 2003) adalah member peluang kepada petani untuk ikut memiliki saham dalam industri pengolahan atau mengolah produk-produk antara yang selanjutnya diolah lanjut atau dipasarkan oleh industri besar atau eksportir. Perlu pula didorong tumbuhnya kelompokkelompok usaha secara bottom up serta perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan dalam bidang organisasi dan manajemen.
Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa antara lain dapat dilakukan melalui penanaman tanaman sela, diversifikasi produk, pemanfaatan hasil samping, efisiensi biaya produksi, serta peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha tani. Kegiatan utama untuk merealisasikan alternatif tersebut adalah membentuk kelembagaan petani, meningkatkan kemampuan petani dalam berproduksi, dan membangun pasar yang efisien (Tarigans 2003). Menurut Jamaludin (2003), beberapa solusi untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa adalah: 1) membenahi system tata niaga kelapa 2) meningkatkan peran pemerintah 3) menyediakan teknologi tepat guna 4) memperbaiki sarana dan prasarana transportasi untuk memperlancar pengangkutan sarana produksi dan hasil, serta 5) membantu petani dalam akses pelayanan permodalan dan pemasaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberdayaan petani kelapa merupakan kebijakan strategis untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani serta memperbesar kontribusi petani dalam pembangunan ekonomi. Pengembangan perkebunan kelapa berwawasan agribisnis melalui pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui: 1) penyuluhan dan pelatihan dalam aspek teknis dan manajemen. 2) mengaktifkan dan memfungsikan kelembagaan pertanian. 3) pengembangan dan penerapan teknologi spesifik lokasi, 4) memberikan bantuan permodalan kepada petani dalam bentuk bantuan dana bergulir dan kredit. Pemberdayaan dapat dilakukan secara bertahap. Pada tahap pemulihan, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepercayaan petani pada kemampuan sendiri, sedangkan pada tahap pengembangan untuk mengembangkan kelembagaan ekonomi petani yang mandiri dalam rangka mendukung pengembangan agroindustri pedesaan secara berkelanjutan. Meningkatnya kemampuan dan kemandirian petani selanjutnya akan: 1) meningkatkan produktivitas 2) menempatkan petani sebagai pelaku dalam industri perkelapaan, 3) memberi peluang kepada petani untuk terlibat dalam industri kelapa da mengolah produk antara, dan 4) mendorong petani dan keluarganya untuk mengikuti pelatihan peningkatan keterampilan pengolahan kelapa dan produk samping yang bernilai tinggi hingga pembibitan dan budi daya tanaman sela. Untuk mengatasi permasalahan dalam perkelapaan nasional perlu dilakukan reorientasi, reposisi, dan restrukturisasi pengelolaan usaha tani kelapa.
Usaha tani kelapa harus berorientasi komersial. Peran petani bukan lagi sebagai produsen bahan baku, tetapi sebagai pelaku usaha. Kelembagaan yang menangani kelapa juga ditingkatkan efisiensinya dan bila diperlukan dapat dibangun kelembagaan tingkat petani. Pemberdayaan petani kelapa dapat dilaksanakan melalui diversifikasi usaha tani secara horizontal maupun vertical melalui kemitraan yang saling menguntungkan. Beragamnya produk usaha tani yang dihasilkan akan memperbesar peluang pasar dan lebih kompetitif.
Fasilitasi pemberdayaan diberikan melalui penguatan modal usaha tani, pengembangan kelembagaan usaha, serta pembinaan teknis dan manajemen. Pemberdayaan petani kelapa perlu didukung oleh penguatan kelembagaan ekonomi local dengan memperhatikan biaya transaksi yang rendah dan efektif, semangat kerja sama, kepercayaan, kemanfaatan bagi usaha perorangan, dan transparansi pengelolaan.
Pemberdayaan di tingkat petani menggunakan pendekatan sistem usaha tani kelapa terpadu (SUKT), bersifat partisipatif, dinamis, dan multidisiplin yang menunjukkan ciri spesifik lokasi, dinamis sesuai dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi, kebutuhan dan kemampuan pengguna, akrab lingkungan dan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani, sehingga dalam jangka panjang mampu menunjang upaya pengentasan kemiskinan. Pola pendekatan adalah pembentukan kelembagaan petani yang mengakar dan tumbuh dari kekuatan petani sendiri yang selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D. dan A. Lay. 1998. Kemungkinan pengembangan pengolahan buah kelapa secara terpadu skala pedesaan. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa IV. Bandar Lampung, 21−23 April 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm. 327−341.
Allorerung, D. dan Z. Mahmud. 2003. Dukungan kebijakan iptek dalam pemberdayaan komoditas kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22−24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. hlm. 70−82.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat